Organisasi dan Metode
Pengertian Organisasi dari beberapa ahli yaitu :
1. Organisasi menurut Stoner adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama.
2. Organisasi menurut James D. Mooney adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama.
3. Organisasi Menurut Chester I. Bernard adalah suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih.
Ciri-ciri organisasi terbagi menjadi empat yaitu :
1. Terdiri daripada dua orang atau lebih.
2. Ada kerjasama.
3. Ada komunikasi antar satu anggota dengan yang lain.
4. Ada tujuan yang ingin dicapai.
Selain itu Suatu organisasi harus memuat empat unsur utama, yaitu:
1. Goals oriented (berorientasi tujuan).
2. Psychosocial system (sistem hubungan sosial).
3. Structured activities.
4. Technological system.
Teori Organisasi
1. Teori Organisasi Klasik (Teori Tradisional).
Teori klasik (classical theory) berisi konsep-konsep tentang organisasi mulai dari tahun 1800 (abad 19). Secara umum digambarkan oleh para teoritisi klasik sebagai sangat desentralisasi dan tugas-tugasnya terspesialisasi, serta memberikan petunjuk mekanistik structural yang kaku tidak mengandung kreativitas.
a. Teori Birokrasi.
Teori ini dikemukakan oleh Max Weber dalam bukunya “The Protestant Ethic and Spirit of Capitalism. Kata birokrasi mula-mula berasal dari kata legal-rasional. Organisasi itu legal, karena wewenangnya berasal dari seperangkat aturan prosedur dan peranan yang dirumuskan secara jelas, dan organisasi disebut rasional dalam hal penetapan tujuan dan perancangan organisasi untuk mencapai tujuan tersebut.
b. Teori Administrasi
Teori ini sebagian besar dikembangkan atas dasar sumbangan Henri Fayol dan Lyndall Urwick dari Eropa serta Mooney dan Reily dari Amerika.
Henry Fayol industrialis dari Perancis, pada tahun 1841-1925 mengemukakan dan membahas 14 kaidah manajemen yang menjadi dasar perkembangan teori administrasi adalah :
1. Pembagian kerja (division of work).
2. Wewenang dan tanggung jawab (authorityand responsibility).
3. Disiplin (discipline).
4. Kesatuan perintah (unity of command).
5. Kesatuan pengarahan (unity of direction).
6. Mendahulukan kepentingan umum daraipada pribadi.
7. Balas jasa (remuneration of personnel).
8. Sentralisasi (centralization).
9. Rantai scalar (scalar chain).
10. Aturan (oreder).
11. Keadilan (equity).
12. Kelanggengan personalia (stability of tenure of personnel).
13. Inisiatif (initiative).
14. Semangat korps (spirit de corps).
Metode adalah suatu tata kerja yang dapat mencapai tujuan secara efisien.
Pengertian organisasi dan metode secara lengkap adalah :
Rangkaian proses kegiatan yang harus dilakukan untuk meningkatkan kegunaan segala sumber dan faktor yang menentukan bagi berhasilnya proses manajemen terutama dengan memperhatikan fungsi dan dinamika organisasi atau birokrasi dalam rangka mencapai tujuan yang sah ditetapkan.
Budaya Organisasi.
Sebagian para ahli seperti Stephen P. Robbins, Gary Dessler (1992) dalam bukunya yang berjudul “Organizational Theory” (1990), memasukan budaya organisasi kedalam teori organisasi. Sementara Budaya perusahaan merupakan aplikasi dari budaya organisasi dan apabila diterapkan dilingkungan manajemen akan melahirkan budaya manajemen. Budaya organisasi dengan budaya perusahan sering disalingtukarkan sehingga terkadang dianggap sama, padahal berbeda dalam penerapannya.
Akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari kita lebih memahami budaya dari sudut sosiologi dan ilmu budaya, padahal ternyata ilmu budaya bisa mempengaruhi terhadap perkembangan ilmu lainnya seperti ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM). Sehingga ada beberapa istilah lain dari istilah budaya seperti budaya organisasi (organization culture) atau budaya kerja (work culture) ataupun biasa lebih dikenal lebih spesifik lagi dengan istilah budaya perusahaan (corporate culture). Sedangkan dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah kultur pembelajaran sekolah (school learning culture) atau Kultur akademis (Academic culture).
Dalam dunia pendidikan mengistilahkan budaya organisasi dengan istilah Kultur akademis yang pada intinya mengatur para pendidik agar mereka memahami bagaimana seharusnya bersikap terhadap profesinya, beradaptasi terhadap rekan kerja dan lingkungan kerjanya serta berlaku reaktif terhadap kebijakan pimpinannya, sehingga terbentuklah sebuah sistem nilai, kebiasaan, citra akademis, ethos kerja yang terinternalisasikan dalam kehidupannya sehingga mendorong adanya apresiasi dirinya terhadap peningkatan prestasi kerja baik terbentuk oleh lingkungan organisasi itu sendiri maupun dikuatkan secara organisatoris oleh pimpinan akademis yang mengeluarkan sebuah kebijakan yang diterima ketika seseorang masuk organisasi tersebut.
Para pimpinan sekolah khususnya dalam kapasitasnya menjalankan fungsinya sangat berperan penting dalam dua hal yaitu :
a. Mengkonsepsitualisasikan visi dan perubahan.
b. Memiliki pengetahuan, keterampilan dan pemahaman untuk mengtransformasikan visi menjadi etos dan kultur akademis kedalam aksi riil (Danim, Ibid., P.74).
Pola pembiasaan dalam sebuah budaya sebagai sebuah nilai yang diakuinya bisa membentuk sebuah pola prilaku dalam hal ini Ferdinand Tonnies membagi kebiasaan kedalam beberapa pengertian antara lain :
a. Kebiasaan sebagai suatu kenyataan objektif sehari-hari yang merupakan sebuah kelajiman baik dalam sikap maupun dalam penampilan sehari-hari.
b. Kebiasaan sebagai Kaidah yang diciptakan dirinya sendiri yaitu kebiasaan yang lahir dari diri pendidik itu sendiri yang kemudian menjadi ciri khas yang membedakan dengan yang lainnya.
c. Kebiasaan sebagai perwujudan kemauan untuk berbuat sesuatu yaitu kebiasaan yang lahir dari motivasi dan inisatif yang mencerminkan adanya prestasi pribadi.
Budaya dan kepribadian.
Oleh karena budaya secara individu itu berkorelasi dengan kepribadian, sehingga budaya berhubungan dengan pola prilaku seseorang ketika berhadapan dengan sebuah masalah hidup dan sikap terhadap pekerjaanya. Didalamnya ada sikap reaktif seorang pendidik terhadap perubahan kebijakan pemerintah dalam otonomi kampus sebagaimana yang terjadi, dimana dengan adanya komersialisasi kampus bisakah berpengaruh terhadap perubahan kultur akademis pendidikan dalam kehidupan sehari-harinya.
Dilihat dari unsur perbedaan budaya juga menyangkut ciri khas yang membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lain ataupun yang membedakaan antara profesi yang satu dengan profesi yang lain. Seperti perbedaan budaya seorang dokter dengan seorang dosen, seorang akuntan dengan seorang spesialis, seorang professional dengan seorang amatiran.
Kita lihat pengertian budaya yang diungkapkan oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto mendefinisikan budaya sebagai : “Sebuah system nilai yang dianut seseorang pendukung budaya tersebut yang mencakup konsepsi abstrak tentang baik dan buruk. atau secara institusi nilai yang dianut oleh suatu organisasi yang diadopsi dari organisasi lain baik melalui reinventing maupun re-organizing”(Ibid, Soerjono Soekanto, P. 174).
McKenna dan Beech berpendapat bahwa : “Budaya yang kuat mendasari aspek kunci pelaksaan fungsi organisasi dalam hal efisiensi, inovasi, kualitas serta mendukung reaksi yang tepat untuk membiasakan mereka terhadap kejadian-kejadian, karena etos yang berlaku mengakomodasikan ketahanan“( McKenna, etal, Terj. Toto Budi Santoso , 2002: 19).
Sedangkan menurut Talizuduhu Ndraha mengungkapkan bahwa : “Budaya kuat juga bisa dimaknakan sebagai budaya yang dipegang secara intensif, secara luas dianut dan semakin jelas disosialisasikan dan diwariskan dan berpengaruh terhadap lingkungan dan prilaku manusia”. ( Ndraha, 2003:123).
Budaya yang kuat akan mendukung terciptanya sebuah prestasi yang positif bagi anggotanya dalam hal ini budaya yang diinternalisasikan pihak pimpinan akan berpengaruh terhadap sistem prilaku para pendidik dan staf dibawahnya baik didalam organisasi maupun diluar organisasi.
Sekali lagi kalau Budaya hanya sebuah asumsi penting yang terkadang jarang diungkapkan secara resmi tetapi sudah teradopsi dari masukan internal anggota organisasi lainnya.
Secara lengkap Budaya bisa merupakan nilai, konsep, kebiasaan, perasaan yang diambil dari asumsi dasar sebuah organiasasi yang kemudian diinternalisasikan oleh anggotanya. Seorang professional yang berkarakter dan kuat kulturnya akan meningkatkan kinerjanya dalam organisasi dan secara sekaligus meningkatkan citra dirinya.
Organisasi dan budaya.
Menurut Umar Nimran mendefinisikan budaya organisasi sebagai : “Suatu sistem makna yang dimiliki bersama oleh suatu organisasi yang membedakannya dengan organisasi lain”. (Umar Nimran, 1996: 11).
Sedangkan Griffin dan Ebbert (Ibid, 1996:11) dari kutipan Umar Nimran Budaya organisasi atau bisa diartikan sebagai : “Pengalaman, sejarah, keyakinan dan norma-norma bersama yang menjadi ciri perusahaan/organisasi”. Sementara Taliziduhu Ndraha Mengartikan Budaya organisasi sebagai : “Potret atau rekaman hasil proses budaya yang berlangsung dalam suatu organisasi atau perusahaan pada saat ini”. ( op.cit , Ndraha, P. 102).
Sedangkan menurut Moorhead dan Griffin (1992) budaya organisasi diartikan sebagai : “Seperangkat nilai yang diterima selalu benar, yang membantu seseorang dalam organisasi untuk memahami tindakan-tindakan mana yang dapat diterima dan tindakan mana yang tidak dapat diterima dan nilai-nilai tersebut dikomunikasikan melalui cerita dan cara-cara simbolis lainnya”. (McKenna,etal, op.cit P.63).
Organisasi memiliki kultur melalui proses belajar, pewarisan, hasil adaptasi dan pembuktian terhadap nilai yang dianut atau diistilahkan Schein (1992) dengan considered valid yaitu nilai yang terbukti manfaatnya. selain itu juga bisa melalui sikap kepemimpinan sebagai teaching by example atau menurut Amnuai (1989) sebagai “through the leader him or herself” yaitu pendirian, sikap dan prilaku nyata bukan sekedar ucapan, pesona ataupun kharisma.
Hal-hal yang mempengaruhi budaya organisasi.
Menurut Piti Sithi-Amnuai bahwa : “being developed as they learn to cope with problems of external adaptation anda internal integration”. (Pembentukan budaya organisasi terjadi tatkala anggota organisasi belajar menghadapi masalah, baik masalah-masalah yang menyangkut perubahan eksternal maupun masalah internal yang menyangkut persatuan dan keutuhan organisasi). ( Opcit Ndraha, P.76).
Pembentukan budaya akademisi dalam organisasi diawali oleh para pendiri (founder) institusi melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan organisasi.
2. Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber baik orang yang sepaham dan setujuan dengan dia (SDM), biaya dan teknologi.
3. Mereka meletakan dasar organisasi berupa susunan organisasi dan tata kerja.
Menurut Vijay Sathe dengan melihat asumsi dasar yang diterapkan dalam suatu organisasi yang membagi “Sharing Assumption” ( loc.cit Vijay Sathe, p. 18) Sharing berarti berbagi nilai yang sama atau nilai yang sama dianut oleh sebanyak mungkin warga organisasi. Asumsi nilai yang berlaku sama ini dianggap sebagai faktor-faktor yang membentuk budaya organisasi yang dapat dibagi menjadi :
1. Share thing, misalnya pakaian seragam seperti pakaian Korpri untuk PNS, batik PGRI yang menjadi ciri khas organisasi tersebut.
2. Share saying, misalnya ungkapan-ungkapan bersayap, ungkapan slogan, pemeo seprti didunia pendidikan terdapat istilah Tut wuri handayani, Baldatun thoyibatun wa robbun ghoffur diperguruan muhammadiyah.
3. Share doing, misalnya pertemuan, kerja bakti, kegiatan sosial sebagai bentuk aktifitas rutin yang menjadi ciri khas suatu organisasi seperti istilah mapalus di Sulawesi, nguopin di Bali.
4. Share feeling, turut bela sungkawa, aniversary, ucapan selamat, acara wisuda mahasiswa dan lain sebagainya.
Sedangkan menurut pendapat dari Dr. Bennet Silalahi bahwa budaya organisasi harus diarahkan pada penciptaan nilai (Values) yang pada intinya faktor yang terkandung dalam budaya organisasi. ( Silalahi,2004:8) harus mencakup faktor-faktor antara lain : Keyakinan, Nilai, Norma, Gaya, Kredo dan Keyakinan terhadap kemampuan pekerja.
Untuk mewujudkan tertanamnya budaya organisasi tersebut harus didahului oleh adanya integrasi atau kesatuan pandangan barulah pendekatan manajerial (Bennet, loc.cit, p.43). Bisa dilaksanakan antara lain berupa :
a. Menciptakan bahasa yang sama dan warna konsep yang muncul.
b. Menentukan batas-batas antar kelompok.
c. Distribusi wewenang dan status.
d. Mengembangkan syariat, tharekat dan ma’rifat yang mendukung norma kebersamaan.
e. Menentukan imbalan dan ganjaran.
f. Menjelaskan perbedaan agama dan ideologi.
Selain share assumption dari Sathe, faktor value dan integrasi dari Bennet ada beberapa faktor pembentuk budaya organisasi lainnya dari hasil penelitian David Drennan selama sepuluh tahun telah ditemukan dua belas faktor pembentuk budaya organisasi atau perusahaan atau budaya kerja atau budaya akdemis (Republika, 27 Juli 1994:8) yaitu :
1. Pengaruh dari pimpinan atau pihak yayasan yang dominan.
2. Sejarah dan tradisi organisasi yang cukup lama.
3. Teknologi, produksi dan jasa.
4. Industri dan kompetisinya atau persaingan.
5. Pelanggan atau stakehoulder akademis.
6. Harapan perusahaan atau organisasi.
7. Sistem informasi dan kontrol.
8. Peraturan dan lingkungan perusahaan.
9. Prosedur dan kebijakan.
10. Sistem imbalan dan pengukuran.
11. Organisasi dan sumber daya.
12. Tujuan, nilai dan motto.
Budaya dengan profesionalisme.
Dalam perkembangan berikutnya dapat kita lihat ada keterkaitan antara budaya dengan disain organisasi sesuai dengan design culture yang akan diterapkan. Untuk memahami disain organisasi tersebut, Harrison ( McKenna, etal, 2002: 65) membagi empat tipe budaya organisasi :
1. Budaya kekuasaan (Power culture).
Budaya ini lebih memfokuskan sejumlah kecil pimpinan menggunakan kekuasaan yang lebih banyak dalam cara memerintah. Budaya kekuasaan juga dibutuhkan dengan syarat mengikuti keinginan anggota suatu organisasi.
Seorang karyawan butuh adanya peraturan dan pemimpin yang tegas dan benar dalam menetapkan seluruh perintah dan kebijakannya. Kerena hal ini menyangkut kepercayaan dan sikap mental tegas untuk memajukan institusi organisasi. Kelajiman yang masih menganut manajemen keluarga, peranan pemilik institusi begitu dominan dalam pengendalian sebuah kebijakan terkadang melupakan nilai profesionalisme yang justru hal inilah salah satu penyebab jatuh dan mundurnya organisasi.
2. Budaya peran (Role culture).
Budaya ini ada kaitannya dengan prosedur birokratis, seperti peraturan organisasi dan peran atau jabatan atau posisi spesifik yang jelas karena diyakini bahwa hal ini akan mengastabilkan sistem. Keyakinan dan asumsi dasar tentang kejelasan status atau posisi atau peranan yang jelas inilah akan mendorong terbentuknya budaya positif yang jelas akan membantu menstabilkan suatu organisasi. Hampir semua orang menginginkan suatu peranan dan status yang jelas dalam organisasi.
3. Budaya pendukung (Support culture).
Budaya dimana didalamnya ada kelompok atau komunitas yang mendukung seseorang yang mengusahakan terjadinya integrasi dan seperangkat nilai bersama dalam organisasi tersebut. Selain budaya peran dalam menginternalisasikan suatu budaya perlu adanya budaya pendukung yang disesuaikan dengan kredo dan keyakinan anggota dibawah. Budaya pendukung telah ditentukan oleh pihak pimpinan ketika organisasi atau institusi tersebut didirikan oleh pendirinya yang dituangkan dalam visi dan misi organisasi tersebut. Jelas didalamnya ada keselaran antara struktur, strategi dan budaya itu sendiri. Dan suatu waktu bisa terjadi adanya perubahan dengan menanamkan budaya untuk belajar terus menerus (longlife education).
4. Budaya prestasi (Achievement culture).
Budaya yang didasarkan pada dorongan individu dalam organisasi dalam suasana yang mendorong eksepsi diri dan usaha keras untuk adanya independensi dan tekananya ada pada keberhasilan dan prestasi kerja. Budaya ini sudah berlaku dikalangan akademisi tentang independensi dalam pengajaran, penelitian dan pengabdian serta dengan pemberlakuan otonomi kampus yang lebih menekankan terciptanya tenaga akademisi yang profesional, mandiri dan berprestasi dalam melaksanakan tugasnya.
Karakteristik budaya organisasi.
Untuk menentukan indikator secara pasti mengenai budaya organisasi jauh lebih sulit tetapi penulis mengambil dari beberapa pendapat para ahli mengenai indikator yang menentukan budaya organisasi.
Khun Chin Sophonpanich memasukan budaya pribadi ke dalam Bank Bangkok 50 tahun yang lalu dengan beberapa indikator antara lain :
1. Ketekunan (dilligency).
2. Ketulusan (sincerity).
3. Kesabaran (patience).
4. Kewirausahaan (entrepreneurship).
Sedangkan menurut Amnuai dan Schien membagi budaya organisasi kedalam beberapa indikator yaitu antara lain :
1. Aspek kualitatif (basic).
2. Aspek kuantitatif (shared) dan aspek terbentuknya.
3. Aspek komponen (assumption dan beliefs).
4. Aspek adaptasi eksternal (eksternal adaptation).
5. Aspek Integrasi internal (internal integration) sebagai proses penyatuan budaya melalui asimilasi dari budaya organisasi yang masuk dan berpengaruh terhadap karakter anggota.
Selangkah lebih maju tinjauan dari Dr.Bennet Silalahi yang melihat budaya kerja dapat dilihat dari sudut teologi dan deontology (Silalahi, 2004:25-32) seperti pandangan filsafat Konfutse, etika Kristen dan prinsip agama Islam. Kita tidak memungkiri pengaruh tiga agama ini dalam percaturan peradaban dunia timur bahkan manajemen barat sudah mulai memperhitungkannya sebagai manajemen alternatif yang didifusikan ke manajemen barat setelah melihat kekuatan ekonomi Negara kuning seperti Cina, Jepang dan Korea sangat kuat.
Tinjauan ajaran Islam membagi budaya kerja kedalam beberapa indikator antara lain :
1. Adanya kerja keras dan kerjasama (QS. Al-Insyiqoq : 6, Al-Mulk : 15, An-Naba : 11 dan At-taubah : 105).
2. Dalam setiap pekerjaan harus unggul atau professional atau menjadi khalifah (An-Nahl : 93. Az-Zumar : 9, Al-An’am : 165).
3. Harus mendayagunakan hikmah ilahi (Al-Baqoroh : 13).
4. Harus jujur, tidak saling menipu, harus bekerjasama saling menguntungkan.
5. Kelemah lembutan.
6. Kebersihan.
7. Tidak mengotak-kotakan diri atau ukhuwah.
8. Menentang permusuhan.
Sedangkan menurut ajaran konghucu budaya kerja ditinjau dari budaya Ren yang terdiri dari lima sifat mulia manusia antara lain :
1. Ren (hubungan industrial supaya mengutamakan keterbatasan, kebutuhan dan kualitas hidup manusia).
2. Yi (tipu muslihat, timbangan yang tidak benar, kualitas barang dan jasa supaya disngkirkan atau dibenarkan agar tidak merugikan para stakehoulder).
3. Li (Instruksi kerja, penilaian unjuk kerja, peranan manajemen harus dilandaskan pada kesopanan dan kesantunan).
4. Zhi (kearifan dan kebijaksanaan dituntut dalam perencanaan, pengambilan keputusan dan ketatalaksanaan kerja, khususnya dalam perencanaan strategi dan kebijakan).
5. Xing (setiap manajer dan karyawan harus saling dapat dipercaya).
Lebih jelas lagi diungkapkan oleh Desmond graves (1986:126) mencatat sepuluh item research tool (dimensi kriteria, indikator) budaya organisasi yaitu :
1. Jaminan diri (Self assurance).
2. Ketegasan dalam bersikap (Decisiveness).
3. Kemampuan dalam pengawasan (Supervisory ability).
4. Kecerdasan emosi (Intelegence).
5. Inisatif (Initiative).
6. Kebutuhan akan pencapaian prestasi (Need for achievement).
7. Kebutuhan akan aktualisasi diri (Need for self actualization).
8. Kebutuhan akan jabatan/posisi (Need for power).
9. Kebutuhan akan penghargaan (Need for reward).
10. Kebutuhan akan rasa aman (Need for security).
Peran Organisasi :
Jadi secara sederhana, organisasi adalah suatu kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan dan mau terlibat dengan peraturan yang ada. Organisasi ialah suatu wadah atau tempat untuk melakukan kegiatan bersama, agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.
Berdasarkan arti dari organisasi yang diungkapkan oleh beberapa orang diatas, peran organisasi dalam sebuah perusahaan sangatlah penting, karena perusahaan didirikan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dan untuk mencapai tujuan tersebut dibutuhkan aktifitas, kerja sama, dan tentu saja orang yang melakukan aktifitas tersebut atau sumber daya manusia yang ketiga unsur ini terdapat dalam sebuah organisasi. Kesimpulanya, suatu perusahaan untuk mencapai tujuan tertentu membutuhkan organisasi didalamnya agar bisa tercapai tujuan tersebut.
Peran Metode :
Setelah mengetahui arti dari Metode itu sendiri, kita bisa langsung menyimpulkan bahwa selain peran organisasi, metode tidak kalah penting perannya didalam sebuah perusahaan. Dengan adanya metode dalam sebuah perusahaan, maka perusahaan tersebut akan lebih mudah dan teratur dalam mencapai tujuan, visi dan misi yang telah ditetapkan. Namun menurut saya, ada beberapa factor yang mendukung untuk berjalannya suatu metode yang digunakan dalam sebuah perusahaan atau organisasi, antara lain : organisasi yang baik dan pemimpin organisasi yang tentunya juga harus baik dalam memimpin, sumber daya manusia yang berkualitas untuk melakukan kerja sama agar tercapai suatu tujuan, teori organisasi yang dipakai harus sesuai dengan jenis atau bentuk organisasi yang dibentuk di dalam perusahaan tersebut. Dengan demikian perusahaan tersebut akan lebih mudah dalam mencapai tujuanya serta akan lebih terstruktur dan rapih karena memiliki metode dalam organisasinya.
MACAM ORGANISASI DARI SEGI TUJUAN DAN LUAS WILAYAH
ORGANISASI NIAGA
1. Organisasi yang tujuan utamanya mencari keuntungan.
Macam-macamnya yaitu :
Perseroan Terbatas (PT).
Perseroan Komanditer (CV).
Firma (FA).
Koperasi.
Join venture.
Holding Company.
2. Organisasi sosial dan organisasi kemasyarakatan.
Organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat.
Organisasi dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari-hari organisasi cukup berpengaruh, seperti misalnya dalam ruang lingkup RT, organisasi tentunya harus dibentuk, agar lingkungan tempat tinggal dapat terjalin antara satu keluarga dengan keluarga yang lain dan tentunya agar dapat mempererat tali silaturrahmi. Bagi para pemuda tentunya disediakan wadah untuk menuangkan ide-ide kreatif, yaitu karang taruna dan dapat pula melatih dalam kehidupan bermasyarakat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
pinky banget neh blog..
BalasHapus